TASYRI’ ISLAM dan PENETAPAN HUKUM PADA ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW

A. TASYRI’ ISLAM

Tasyri’ secara etimologis berarti pembuatan undang-undang atau peraturan-peraturan (taqnin). Secara terminologis adalah penetapan aturan, penjelasan hukum-hukum, dan penyusunan perundang-undangan.
Kata tasri’ sendiri berasal dari kata syari’at. Syariat, sebagaimana di kemukakan muhammad sya’ban ismail adalah apa yang telah di tetapkan oleh ALLAH bagi hamba-Nya berupa hukum-hukum, baik hukum keyakinan(aqaidiyah),perbuatan,maupun hukum akhlak. Dengan demikian syariat merupakan peraturan yang telah ditetapkan Allah kepada nabi Muhammad bagi manusia yang mencakup keyakinan, perbuatan dan akhlak. Hukum Allah dalam bentuk hukum amaliah inilah yang oleh Wahab Khalaf di sebut fiqh Al-Quran. Jika dibanding dengan pengertian tasyri’, cakupan syariat lebih luas. Tasyri’ hanya merupakan salah satu bagian dari aspek syariat, yakni aspek amaliah saja.
Tasyri’ terdiri atas dua macam:

1. Tasyri’ al-Ilahiy yaitu penetapan perundang-undangan atau hukum yang bersumber dari Allah dengan perantaraan para Rasul dan kitab-kitab-Nya. Artinya, perundang-undangan atau hukum ini ditetapkan Allah SWT dengan dasar ayat-ayat al-Qur’an yang selanjutnya disampaikan oleh para Rasul kepada umat. Inilah perundang-undangan atau hukum Islam asli dan murni (tasyri’ Ilahi mahdha).

2. Tasyri’ al-Wadh’iy, yaitu penetapan perundang-undangan atau hukum yang bersumber dari kekuatan pemikiran atau ijtihad manusia baik secara individu maupun kolektif. Ditinjau dari segi tempat pengembalian dan sumber-sumbernya, penetapan perundang-undangan atau hukumini dapat disebut sebagai tasyri’ Ilahiy. Akan tetapi, di segi lain dapat juga disebut Tasyri’ al-Wadh’iy karena dalam penetapannya merupakan hasil kekuatan ijtihad para imam mujtahid dalam mengistimbathkan dan mengolah perundang-undangan itu.

B. TASYRI’ PADA ZAMAN NABI MUHAMMAD

Tasyik pada masa nabi dapat di bedakan menjadi dua fase, yaitu fase mekah dan fase madinah. Fase mekah dimulai sejak nabi Muhammad menetapkan dan berkedudukan di mekah yang lamanya 12 tahun dan di angkat menjadi rasul hingga hijrah ke madinah. Pada masa ini umat islam jumlahnya masih sangat sedikit. Karena jumlahnya yang sedikit itu, mereka masih sangat lemah di banding dengan kekuatan yang dimiliki para penentang islam. Karena itulah, mereka dikucilkan oleh masyarakat penentang islam, seperti terjadinya pemblokadean ekonomi.
Masyarakat islam yang dibimbing oleh nabi Muhammad di Mekah termasuk masyarakat yang baru saja memeluk islam yang sebelumnya menyembah berhala. Langkah yang diambil beliau pertama kali adalah memperbaiki akidah mereka, sebab akidah merupakan landasan amaliah ibadah. Dengan adanya perbaikan akidah, di harapkan dapat menyelamatkan umat islam dari kebiasaan lamanya seperti: kebiasaan membunuh, berzina, mengubur anak perempuan hidup-hidup, bermabuk-mabukan dan lain-lain. Dan mereka juga di harapkan dapat menegakkan keadilan, kebenaran serta saling menolong dalam kebaikan dan menjauhi tolong menolong dalam perbuatan dosa dan maksiat serta permusuhan.
Dengan demikian, pada periode ini belum banyak fakta-fakta yang membangkitkan Nabi Muhammad untuk mengadakan hukum atau perundang-undangan. Oleh karena itu, dalam surat-surat makiyah tidak terdapat ayat-ayat hukum, seperti surat yunus, Al-Rad, Yasin, dan Al-Furqan. Kebanyakan ayat-ayat makiyah berisikan hal-hal yang berkaitan dengan akidah, akhlak, dan sejarah.
Periode Madinah dimulai sejak Nabi hijrah ke Madinah di sini beliau tinggal selama 10 tahun hingga wafatnya. Pada periode ini umat islam tidak lagi lemah karena jumlahnya banyak dan berkualitas. Mereka mengeliminasi permusuhan dalam rangka mengesakan Allah. Mereka juga mengajak pengamalan syariat islam dalam rangka memperbaiki hidup bermasyarakat serta membentuk aturan damai dan perang.
Dalam hubungan inilah, disyariatkan hukum-hukum perkawinan, talak, warisan, jual beli, sewa-menyewa, utang piutang, dan segala transaksi. Hal-hal yang berhubungan dengan pemeliharaan keamanan dalam masyarakat dan sebagainya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia, baik secara individu maupun kelompok, mulai di syariatkan. Oleh karena itu, surat madaniyyah seperti surat Al baqarah, Ali-Imron, An-Nisa’ dan Al-Maidah, banyak mengandung ayat-ayat hukum, selain ayat-ayat tentang akidah,akhlak,sejarah, dan lain-lain.
Kekuasaan Tasyri’ pada masa itu di pegang langsung oleh nabi sendiri, walaupun dalam hal-hal yang mendesak, pernah juga sahabat berijtihad mencari hukum, seperti Ali bin Abi Tholib ketika melewat ke Yaman, Mu’az ketika menjadi hakim di Yaman.


C. SUMBER TASYRI’ PADA MASA NABI MUHAMMAD
Tasyri’ pada masa Rosulullah bersumber pada wahyu, baik yang di tilawahkan (Al-Quran) maupun yang tidak di tilawahkan (Al-Sunnah). Dalam menyelesaikan persoalan yang di hadapi, nabi Muhammad senantiasa berpegang kepada wahyu. Para sahabat mengikuti dan menaati keputusan beliau. Bagi sahabat, Al-Quran dan As-Sunnah merupakan referen dalam melaksanakan hukum islam.
1. Al-Qur’an
Al-Quran adalah firman Allah yang di nuzulkan kepada Nabi Muhammad yang dinukilkan secara mutawatir dan di pandang beribadah membacanya. Al-Quran memuat hukum-hukum yang mencakup hukum keyakinan(ahkam i’tiqadiyyah), hukum akhlak (ahkam khulqiyyah), dan hukum amaliah (ahkam amaliyah).
Hukum yang terkandung dalam Al-Quran di bedakan menjadi dua: hukum ibadah dan hukum muamalah. Hukum ibadah mencakup salat, zakat, puasa, haji, dan nazar. Adapun hukum muamalah menurut Abd Al-Wahab Khalaf, mencakup hal-hal berikut:
A. Hukum keluarga (al-ahwal al-syakhsiyah), yaitu hukum yang mengatur hubungan individu dengan individu lain dalam keluarga dan kekerabatan. Jumlahnya sekitar 70 ayat.
B. Hukum kebendaan (ahkam al-madaniyyah), yaitu hukum yang mengatur tukar-menukar harta, seperti ijarah, rahn, kafalah, dan syirkah. Jumlahnya sekitar 70 ayat.
C. Hukum jinazah (ahkam jinaiyyah), yaitu hukum yang mengatur pelanggaran dan sanksi yang yang dilakukan oleh mukalaf. Tujuannya menjaga hidup manusia dan hartanya. Jumlahnya sekitar 30 ayat.
D. Lembaga peradilan(ahkam al-murafaat), yaitu hukum yang mengatur syarat-syarat hakim, sanksi dan sumpah. Jumlahnya sekitar 10 ayat.
E. Hukum perundang-undangan(al-hakam al-dusturiyyah), yaitu hukum yang berhubungan dengan interaksi antara pemimpin dan rakyat(politik). Jumlahnya sekitar 10 ayat.
F. Hukum negara (al-ahkam al-dawliyah), yaitu hukum yang mengatur hubungan kenegaraan; hubungan antar negara. Jumlahnya sekitar 25 ayat.
G. Hukum ekonomi (al-hakam al-iqtishadiyyah), yaitu hukum mengenai hubungan antara kaya dan miskin, dan antara individu dan antara kelompok. Jumlah ayatnya sekitar 10 ayat.

2. Al-Sunnah
Al-Sunnah diartikan sebagai sesuatu yang di sandarkan (udhifa) kepada Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Dalam batasan sunnah ini yang menjadi kata kuncinya adalah kata “disandarkan (udifa)”. Kata kunci ini penting, karena ada hadist yang bukan perkataan nabi selalu disandarkan kepada beliau. Munculnya hadist palsu, misalnya, merupakan upaya orang-orang tertentu yang ingin melegitimasi keinginan dan kepentingan mereka.
Al-Sunah dari segi bentuknya di bagi tiga bagian: Sunnah qauliyah, Sunah fiqliyah, dan taqririyah. Salah satu contoh sunnah qauliyah adalah sabda Nabi SAW: “Barang siapa diantara kamu hendak sholat jumat,hendaklah mand.,”.contoh sunnah fi’liyah adalah: “Nabi SAW mencium salah seorang istri kemudian keluar dan melakukan sholat tanpa berwudlu dulu.”.contoh sunnah taqririyah: “sahabat nabi pada masa nabi menunggu datangnya waktu sholat isa hingga ngantuk, kemudian mereka sholat dengan berwudlu lebih dulu.”